Jumat, 22 Februari 2013

HALUSINASI ANCAMAN


Halusinasi ancaman adalah sebuah perasaan dalam ancaman dan bahaya sementara kondisi faktualnya sebetulnya biasa saja. Banyak gerakan Islam yang gemar menanamkan halusinasi ancaman kepada para kadernya untuk menciptakan militansi dan gerak. Ini bagian dari pemanfaatan rasa takut berikutnya (silahkan baca status saya tentang RASA TAKUT). Saya pernah mengalami keadaan-keadaan yang seperti itu dalam fase kehidupan saya. Stateman seperti, " kalau kita tidak merebut posisi itu maka itu akan diisi orang kafir. " Sampai di sini pernyataan masih oke, wajar. Tetapi pernyataan selanjutnya yang mulai dilakukan proses dramatisasi, " mereka telah membuat skenario menguasai Indonesia di tahun 2020, di wilayah sana saja kristenisasi sudah mulai marak didukung pejabat-pejabat setempat, bahkan saya dengar ada pembatisan massal di perkampungan tertentu ... "

Dan cerita itu terus mengalir sampai melahirkan perasaan cemas luar biasa, mungkin sebagian informasi itu fakta, tetapi dalam proses penciptaan halusinasi ancaman fakta-fakta itu dipilah-dipilih sedemikian rupa yang kira-kira menciptakan rasa cemas dan dirangkai begitu pas seakan-seakan itu saling berkaitan dan bila kita tidak melakukan apa-apa maka Islam akan bubar. Kita disuguhkan bahwa kita seolah-olah dalam alam yang begitu konspiratif dan bahwa tangan-tangan jahat tersembunyi sedang bekerja untuk menghancurkan kita, dan juga bahwa semua orang itu bodoh dan tidak mengerti itu dan hanya kita yang mengerti karena itu kita harus bergerak ! Tanpa kita Islam bubar, tanpa Islam hancur.

Apa yang keliru dari proses berpikir seperti ini ? Yang keliru adalah bahwa orang lain tidak sebodoh yang mereka kira yang hanya akan diam begitu saja ketika kejahatan konspirasi menampakkan diri. Hanya orang yang maaf " bodoh " saja yang diam bila melihat rumahnya benar-benar sudah terbakar, bukan " nampaknya terbakar. " Kekeliruan ke dua adalah bahwa tidak ada orang lain yang bisa melawan konspirasi jahat itu selain mereka, mereka pahlawan dan yang lain adalah pecundang. Hanya mereka lah yang paling bertanggungjawab atas bangkit dan hancurnya Islam. Kekeliruan ke tiga adalah bahwasanya seakan-akan konspirasi jahat itu adalah TUHAN yang bisa mewujudkan apa saja yang mereka inginkan, seakan-akan tidak ada Allah s.w.t yang maha tahu perbuatan para konspirator itu, padahal Allah s.w.t berfirman " tidak akan memudharatkan kalian bila kalian mengambil petunjuk. " dan Allah s.w.t befirman, " dan Allah s.w.t berfirman, " mereka berbuat makar, maka Allah pun mempunyai makar pula. " dan Allah s.w.t berfirman " bertakwalah semampu kalian ..." ya, bertakwalah semampu kalian itu pesan Allah s.w.t, jangan takalluf atau memberat-beratkan diri di luar batas kemampuan. Kalau apa yang kita bisa lakukan sekarang baru sebatas membina diri, membentuk pribadi-pribadi yang baik, membentuk masyarakat yang baik, berdakwah, ya lakukanlah saja itu, sisanya serahkan pada Allah s.w.t, biar Allah yang ngatur. Tidak usah berkata, " wah, kalau saya tidak segera begini nanti gimana, kalau saya tidak segera begitu nanti gimana ? " Lha kok jadi sampeyan yang repot sendiri, memangnya Islam ini punya sampeyan ? Wong Islam ini punyanya Allah kok, begitu kata pak kyai (silahkan lihat status MUSLIM KOK TEGANG). Kita tidak perlu repot-repot khawatir kalau tidak ada kita Islam itu bubar. lha siapa kita ? Yang perlu kita pikirkan adalah kemampuan kita sendiri, apa yang kita mampu berikan dalam berkhidmah pada Allah s.w.t dan agamanya ini, mau jadi Sabiqin (pionir), mau jadi muqtashid (kelas menengah), itu semua pilihan anda sesuai kemampuan anda. Jangan kira Allah seperti anda yang hanya menerima amal para sabiqin, yang hebat-hebat saja, yang sempurna-sempurna saja, kalau tidak sempurna ditolak dan dibuang. Lha wong Allah itu maha menerima dan maha pemaaf, selama kita tidak berniat melawan Allah, salah-salah sedikit ya namanya manusia insya Allah, Allah maha pemaaf. Kita Islam, tapi Islam bukanlah kita. Kita berdakwah, tapi dakwah bukanlah kita. Oke, selamat beraktifitas, Islam jaya !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar