Kamis, 21 Februari 2013

KETIKA KHIDIR A.S DIJADIKAN DALIL


Khidir a.s adalah anomali dalam dunia hukum. Seandainya beliau hidup di zaman ini, tentu perbuatan beliau akan sangat memicu perdebatan, bagaimana tidak, beliau merusak perahu dan membunuh seorang anak yang menurut sebagian ulama belum baligh, dibunuh saat anak itu bermain-main dengan kawan-kawannya. Dan anehnya, Nabi Musa a.s diminta Allah s.w.t untuk belajar pada Khidir a.s dan diminta bersabar melihat perbuatannya. Anda bingung ? Saya juga, jadi santai saja.

Para ulama tafsir baik yang bil ma'tsur dan ghairu ma'tsur, tidak habis-habisnya membahas kisah Khidir a.s dan Nabi Musa a.s ini, apalagi kaum sufi, makin mistis saja pembahasannya ditambah lagi dengan penafsiran melalui mimpi-mimpi. Tapi kita tidak ingin mendalami kisah itu, kita hanya ingin menyoroti bagaimana di zaman ini masih ada orang-orang yang bergaya layaknya dia adalah Nabi Khidir a.s. Mereka melakukan hal-hal aneh yang kadang dzahirnya bertentangan dengan syari'at lantas bila ditegur mengatakan, " dia wali, ente belum sampai ilmunya. " Atau kalimat semisal, " udah ente nurut aja, jangan banyak tanya, enta belum sampai maqamnya akhi. " Seakan-akan mereka adalah Khidir-khidir abad ini yang boleh begitu saja menembus syariat dan tidak boleh dipertanyakan apa pun yang ingin mereka lakukan, baik itu yang syubhat atau pun yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat.

Bolehkah perbuatan Nabi Khidir a.s dijadikan dalil untuk hal-hal yang secara dzahir bertentangan dengan syariat ? Sebelum menjawabnya, kita mereview sedikit kesimpulan para ulama dalam tafsir-tafsir yang membahas kisah Khidir a.s dan Musa a.s. Pertama Allah memang memberikan ilmu kepada Khidir a.s apa-apa yang tidak diberikan kepada Musa a.s, tetapi Allah juga memberikan kepada Nabi Musa a.s ilmu-ilmu yang tidak diberikan kepada Khidir a.s, sebagaiman tersebut dalam riwayat-riwayat di tafsir Ibnu Katsir, Qurthubi dan Asy Sya'rawi. IKe dua, lmu Musa a.s adalah ilmu risalah (kerasulan) yang terkait dengan hukum-hukum dzahir dan taklif (pemberian kewajiban halal-haram dsb) melalui wahyu dan perantara, sedangkan ilmu khidir adalah wilayah (kewalian) yang didapat langsung tanpa perantara (laduni) yang menurut Asy Sya'rawi menyangkut hal-hal yang batin yang kadang bertentangan dengan hal-hal dzahir, jelas perbuatan Khidir a.s membunuh bertentangan dengan risalah Nabi Musa a.s, lalu bagaimana ini bisa terjadi ?

Dzahirnya memang nampak bertentangan, tetapi hakikatnya tidak. Musa a.s diperintahkan mengikut perintah Allah berupa perintah-perintah zhahir seperti larangan halal dan haram, shalat, dilarang membunuh, dll. Sedangkan Khidir a.s diperintahkan untuk mengikuti perintah-perintah Allah s.w.t yang batin seperti membunuh anak yang dikhawatirkan besarnya akan menjadi kafir sementara kedua orang tuanya adalah orang beriman, dan Khidir a.s mengatakan, " tidaklah aku melakukan ini karena kehendakku " Jelas, ini bukanlah datang dari hawa nafsu Khidir a.s maka kedua hamba Allah yang mulia ini hakikatnya sama-sama menjalankan perintah. Penjelasan selanjutnya, Khidir a.s memang tidak diwajibkan mengikuti syari'at Nabi Musa a.s sebab setiap nabi sebelum Muhammad a.s hanya diutus untuk satu kaum saja, dan dalam hal ini Nabi Musa a.s diutus untuk Bani Israel dan Khidir a.s bukanlah orang Bani Israel seperti perkataannya pada Musa a.s, " engkau Musa dari Bani Israel ? " Dan terakhir, ini yang menjadi inti jawaban dari semua pertanyaan di atas, bolehkah berperilaku seperti Nabi Khidir a.s di zaman ini ? Jelas tidak boleh, sebab Rasulullah s.a.w bersabda :

" ... demia Allah seandainya Musa a.s hidup di antara kalian maka tidak halal baginya kecuali dia harus mengikuti aku " (diriwayatkan Ahmad, Baihaqi, Abi Syaibah, Thabrani dan Abi Ya'la)

Nabi Muhammad s.a.w telah diutus kepada seluruh ummat baik Arab maupun ajam (non-Arab), dari golongan jin dan manusia, maka bila saja Khidir a.s ada di zaman ini tentu tidak halal bagi dia mengikuti aturan dan tatacara beragama selain tatacara beragama yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w. Bahkan Isa a.s pun di saat kebangkitan ke duanya tidak boleh kecuali mengikuti syariat Nabi Muhammad s.a.w. Bahkan seandainya Musa a.s pun masih hidup maka dia tidak boleh mengikuti cara beragama lain kecuali cara Nabi Muhammad s.a.w. Syaikh Yusuf Al Qaradhawi mengatakan bila seandainya Khidir a.s nabi, maka Nabi Musa a.s lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dia dan Musa a.s tetap harus tunduk pada syariat Nabi Muhammad s.a.w apalagi Khidir a.s ? Seandainya dia wali, maka Abu Bakar Ash Shiddiq adalah seafdhal-afdhalnya wali Allah dan lebih utama dari Khidir a.s. Maka tidak ada satu ummat pun setelah diutusnya Nabi Muhammad s.a.w yang tidak terkena taklif dari syariat Nabi Muhammad s.a.w, tidak ada satu ummat pun setelah diutusnya beliau yang memiliki syariat dan cara beragama selain cara beragama Nabi Muhammad s.a.w. Kalau begitu, masih tidak malu melanggar syariat dan berdalil " saya adalah semisal Khidir " ? -- wallahu a'lam bish shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar