Selasa, 19 Februari 2013

KECAP NO. 1 : STRATEGI PEMASARAN GERAKAN-GERAKAN ISLAM


Saat jamannya kecap cap Bola bersaing dengan kecap cap Kresna, di kampung saya, semua mengatakan bahwa kecapnya itu nomor satu, paling enak dan paling bagus. Hermawan Kertadjaya menyebut pemasaran seperti ini sudah tidak zamannya alias expired, sudah kadaluwarsa. Sebab, memuaskan semua orang adalah tidak mungkin dan menjadi baik menurut persepsi semua orang juga mustahil. Atau menurut istilah pendiri ilmu Ushul, Imam Syafi'i " ridhannas ghayatun la tudrak " ridha manusia adalah hal yang sulit dicapai. Karena itu kita melihat semua produk menjual diferensiasi bukan kesempurnaan. Honda menjual keamanan berkendara dan ekonomi bahan bakar, Yamaha menjual kecepatan. Tinggal pembeli yang memilih, orang Kuningan, Jawa Barat mungkin masih suka dengan kecepatan. Wong jalanannya saja kosong melompong, apalagi orang Kadipaten, Majalengka. Tapi bagi orang Jakarta, mau beli kendaraan cepat juga percuma, wong kecepatan rata-rata biasanya hanya 20 km / jam. Mau ngebut di udara ?

Setelah gagal menjatuhkan Tolak Angin Sido Muncul yang memimiliki tag iklan " orang pintar minum tolak angin ", dengan serangan " minum jamu kok harus pintar ", kini Sido Muncul diserang oleh Bintang Toedjoe dengan serangan " orang pintar kalah sama orang Bejo " dan Bob Sadino didaulat menghajar Agnes Monica. Ya, siapa juga yang mau dianggap orang bodoh, walaupun tukang bata, Mang Sarkim pun lebih senang minum Tolak Angin Sido Muncul agar " terasa pintar " daripada " terasa bodoh. " Sekarang persaingan baru, antara orang pintar dan orang bejo, kita tunggu saja hasilnya.

Rupanya, ketika ilmu pemasaran sudah sebegitu hebat berkembang, pemasaran dakwah gerakan-gerakan Islam masih di situ-situ saja, masih kenalnya hanya satu strategi yaitu " kecap saya " no. 1. Akhirnya, di zaman mutaakhir seperti sekarang, kita melihatnya jadi agak " norak. " Komunikasi dakwah dengan tagline " paling sesuai manhaj salaf ", " paling nyunnah ", " paling syumul dan komprehensif ", " paling representatis sebagai jamaatul muslimin " dan paling-paling lainnya yang seakan menjual kesempurnaan. Sungguh pemasaran yang paling sulit adalah menjual kesempurnaan sebab kesempurnaan adalah milik Allah, bukan milik kita. Maka ketika barang dagangannya " telah ternoda " dan " tidak lagi suci " yang kita lihat justru perilaku yang agak menyebalkan seperti sales yang ada di pinggiran jalan pasar Se***, dia marah-marah ketika kita tidak tertarik barangnya. Pedagang jalanan itu berkata, " apa kamu mau bilang ? barang saya jelek !? " Mereka terus saja melakukan penyangkalan-penyangkalan, tidak mungkin barang saya jelek, tidak mungkin barang saya cacat, tidak mungkin saya memiliki kekurangan, ini pasti karena mereka belum mengerti barang kita, ini pasti karena mereka belum terdidik untuk memilih mana yang bagus dan mana yang jelek, ini karena mereka belum " tertarbiah ", ini karena mereka belum tersentuh " manhaj salaf, " ini karena mereka belum " bertabanni " dengan fikrah kita, dll. Apa yang salah dalam semua ini ? Yang salah adalah karena mereka masih saja menjual dengan cara lama, menjual kesempurnaan, menjual kecap No. 1, padahal yang dicari konsumen bukan yang paling no. 1 tapi yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.

Kalau ada yang ingin belajar fikih, ya ijinkanlah ikut pengajian fikih kaum Nahdliyyin, jangan ditahan dan dikatakan " pokoknya jamaah kita paling sempurna " kamu tidak boleh ikut ngaji ke mana-mana, tapi di sisi lain mereka sendiri lemah secara fikih dan tidak mengerti detailnya, menahan orang tapi tidak mau memberi solusi. Kalau ada orang yang ingin belajar matan dan rijal hadits, ijinkanlah dia ngaji di salafi, misalnya. Dan semua ini hanya misal untuk menangkap realitas yang dekat dengan dunia kita. Allah menjamin kesempurnaan Islam karena itu dari-Nya, tapi tidak menjamin kesempurnaan pemeluknya dan organisasi-organisasi ummatnya. Matahari selalulah terang, tapi engkau hanyalah penatap matahari, bukan matahari itu sendiri. Engkau bisa terang, gelap, atau remang-remang. Bukan karena matahari yang berpindah, tapi karena engkau yang berputar mengelilingi matahari. Dan itulah hati manusia yang selalu terbolak-balik, kadang benar kadang salah itu adalah manusiawi dan Allah tidak menghendaki kita sempurna, hanya saja meminta kita selalu memperbaiki diri. Mencari diferensiasi ? itu sudah saatnya. Tinggalkanlah mindset di pikiran kita bahwa kita kecap No. 1, apalagi sampai menganggap orang yang tidak suka kita sebagai " jahiliah ", bodoh dan tidak tahu barang bagus. Wong Mas Karmin sukanya kecap yang agak gurih banyak kedelainya, sampeyan tawarin kecap manis yang banyak gula merahnya. Kalau Mas Karmin enggak suka, ya jangan sewot, " you are not My beib's Type ", gitu kata Mbak Sukinem istrinya sambil numbukin gabah. Hebat juga ya, Mbak Sukinem 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar